Cari Blog Ini

Sabtu, 17 November 2012

PSIKOLOGI PELAYANAN


RANGKUMAN METERI PSIKOLOGI PELAYANAN


 






Oleh,
Syahrul Fajri
1102310
Manajemen Perhotelan / KK


Fakultas Teknik
Universitas Negeri Padang
2011
PSIKOLOGI  PELAYANAN
       Pentingnya Psikologi
         Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: (Psychē yang berarti jiwa) dan (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Fisiologi adalah turunan biologi yang mempelajari bagaimana kehidupan berfungsi secara fisik dan kimiawi. Istilah ini dibentuk dari kata Yunani Kuna, physis, "asal usul" atau "hakikat", dan, logia, "kajian". Fisiologi menggunakan berbagai metode ilmiah untuk mempelajari biomolekul, sel, jaringan, organ, sistem organ, dan organisme secara keseluruhan menjalankan fungsi fisik dan kimiawinya untuk mendukung kehidupan.
           Banyak para ahli yang mendefinisikan tentang psikolgi sebagai berikut:             
  1. Psiklogi munurut (Clifford T. Morgen) adalah ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku manusia dan hewan.
  2. Psikologi munurut (Edwin G. Boring dan Herbert S. Langfedy.) adalah studi tentang hakekat manusia.                 
  3. Psikologi munurut (Garden Murphy.) adalah ilmu yang mempelajari tentang respons yang diberikan oleh mahkluk hidup terhadap lingkungannya.         
          
             Setiap tamu yang datang ke Hotel pasti mempunyai maksud dan tujuan yang berdeda itu dapat kita lihat seperti ada tamu yang datang untuk berjudi, transaksi narkoba, dan ada jugatamu yang datang untuk mengadakan meeting di hotel. Ada beberapa komponen Psiklogi pelayanan yang sangat penting seperti   
1.      Simpati adalah Perasaan ingin sama dengan apa yang dimiliki leh orang lain
2.      Antipati berlawan dengan sifat simpati
3.      Empati adalah ikut merasakan apa yang dialami olek oramg lain

Ilmu pengetahuan adalah suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang mempunyai metode tertentu. Psikologi sebagai ilmu juga memounyai seni karena dalam pengalamannya dalam berbagai sebi kehidupan manusia diperlukan keterampilan dan kreatifitas yang tersendiri dalam mengamati tingkah laku atau perbuatan. Sebagai mahluk sosial yang selalu berhubungan antara satu dengan yang lainnya yang tidak selalu memuaskan antara individu yang satu dengan yang lain, misalnya suatu saat senang terhadap orang lain, pada saat yang lain kita kesal terhadap orang lain. Dengan kata lain bagaimana kita dapat bekerja sama dan membuat orang lain tertarik dengan diri kita dan bagaimana agar kita giat bekerja dan berhasil.
Untuk mencapai hal tersebut kita perlu untuk memahami diri kita sendiri dan juga individu lainnya. Dengan mempelajari psikologi kita dapat memahami perilaku manusia dalam berinteraksi dengan individu /orang lain dalam lingkungan. Lingkungan yaitu tempat dimana manusia hidup menyesuaikan diri beradaptasi dan mengembangkan diri baik ditempat kerja, sekolah, maupun ditengah masyarakat.  
                   
      Hal-hal yang harus dimiliki oleh manusia
   
1 . Perasaan        
      Perasaan adalah Sesuatu yang dirasakan yang berhubunga dengan fisik dan jiwa.
Perasaan juga erat hubungannya dengan emosi. Emosi adalah perasaan yang sangat mendalam.

 Perasaan dibagi menjadi 2 macam
a.      Fisik juga dibagi pula kepada 6 hal 

1.      Panas
2.      Dingin
3.      Sakit
4.      Perih
5.      Lemas
6.      Letih dan lesuh              

b.      Jiwa dibagi pula kepada beberapa bagian

  1. Sedih
  2. Senang
  3. Gelisah
  4. Takut           







2.      Motivasi  
   Motivasi asal katanya motif. Motivasi adalah dorongan yang timbul dalam diri manusia dimana dorongan itu timbul untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai.               
    Jenis- jenis motivasi 
1.      Motif Dasar adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi, karena ini merupakan kebutuhan biologis manusia contoh:

a.      Bernafas 
b.      Makan
c.       Minum
d.      Istirahat  

2.      Motif dasar social mencakupi  
a.      Motif untuk dikenal 
b.      Motif untuk dibutuhkan 
c.       Motif untuk memperoleh penghargaan dan perlakuan yang sama dengan orang lain.
d.      Motif untuk berkelompok 
e.      Motif untuk memperoleh status sosial

Peranan Psikologi dalam dunia pariwisata.
1.      Membantu penempatan karyawan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuan untuk mewujudkan rasa puas bagi individu yang bersangkutan.
2.      Membantu mengembangkan diri setelah menerima dan mengerti kelemahan dan kelebihan diri sendiri .
3.      Membantu memotivasi diri sendiri dalam masalah-masalah propesinya.
4.      Membantu menyesuaikan diri individu dalamdunia usaha yang digelutinya
5.      Membantu individu dalam dunia pariwisata dalam menilai dan mengendalikan diri. 


 INTELEGANCE
        Intelegence adalah orang yang capat tanggap dan mampu untuk menyesuaikan diri pada situasi dan kondisi apapun.
          Ada beberapa hal yang mempengaruhi Intelegence
1.      Faktor pembawaan (gen/Hereditas) 
Adalah Bawaan yang didatangkan dari keluarga/orang tua baik dari tingkah laku, lingkungan hidup, maupun dari diri sendiri. 
2.      Faktor Kematangan
Adalah pengaruh sikap atau tindakan yang dilakukan oleh seseorang, kematangan disini tidak memandang usia atau umur.
3.      Faktor Lingkungan
Adalah Faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap intelegence seseorang
4.      Faktor gizi 
Adalah Gizi sangat mempengaruhi Intelegance, apabila gizi tidak terpenuhi maka intelegance kita akan lemah. Karena gizi dapat berperan dalam daya piker seseorang.
5.      Faktor Pembentukan       
Adalah Apabila intelegance tidak terbentuk, maka seseorang tidak mudah untuk menyesuaikan dirinya.
6.      Faktor Minat
Tanpa adanya minat, seseorang tidak akan bisa dalam mencapai sesuatu, dan seseorang tidak akan bisa dalam menyesuaikan dirinya.

            Ada tiga kemampuan dalam beradaptasi  
1.      Kemampuan untuk memutuskan kepada suatu masalah
2.      Fleksibel dalam menghadapi masalah
3.      Kemampuan untuk mengadakan kritik atau saran yang dihadapi diri sendiri 
HUMAN RELATION
1. Pengertian Human Relation ( Hubungan Antar Manusia )
Hubungan manusiawi adalah terjemahan dari human relation. Orang-orang juga ada yang menterjemahkan menjadi ” hubungan manusia ” atau juga diterjemahkan ” hubungan antarmanusia ”, yang sebenarnya tidak terlalu salah karena yang berhubungan satu sama lain adalah manusia.
Hanya saja, disini sifat hubungan sesama manusianya tidak seperti orang berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain, tetapi hubungan antara orang-orang yang berkomunikasi dimana mengandung unsur-unsur kejiwaan yang amat mendalam.
Dikatakan bahwa hubungan manusiawi itu merupakan suatu komunikasi karena sifatnya yang orientasi pada perilaku ( action oriented ) , hal ini mengandung kegiatan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang.
” Hubungan Antar Manusia ( Human Relation ) ” adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain baik dalam situasi kerja atau dalam organisasi kekaryaan. Ditinjau dari kepemimpinannya, yang bertanggung jawab dalam suatu kelompok merupakan interaksi orang-orang menuju situasi kerja yang memotivasi untuk bekerjasama secara produktif, sehingga dicapai kepuasan ekonomi, psikologis dan sosial.
Ada dua pengertian hubungan manusiawi, yakni hubungan manusiawi dalam arti luas dan hubungan manusiawi dalam arti sempit:
1).    Hubungan manusiawi dalam arti luas
Hubungan manusiawi dalam arti luas adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain dalam segala situasi dan dalam semua bidang kehidupan. Jadi, hubungan manusiawi dilakukan dimana saja; bisa dilakukan dirumah, dijalan, didalam kendaraan umum (misal bis atau angkutan kota) dan sebagainya.
2).    Hubungan manusiawi dalam arti sempit
Hubungan manusiawi dalam arti sempit adalah juga interaksi antara seseorang dengan orang lain. Akan tetapi, interaksi disini hanyalah dalam situasi kerja dan dalam organisasi kerja (work organization)
2. Peran Human Relation dalam Hubungan Internal
Human Relation adalah kegiatan rohaniah, yaitu kegiatan rohaniah yang menyangkut watak, sifat, perangai, kepribadian, sikap dan tingkah laku menuju kepuasan hati, proses ini berlangsung pada dua atau tiga orang yang terlibat dalam komunikasi antar personal yang bersifat dialogis. Sehingga, masing-masing mengetahui, sadar dan merasakan efeknya. Jika semuanya merasa senang maka kegiatan human relation yang dibangun berhasil, namun. Jika tidak menimbulkan rasa puas maka kegiatan human relation itu gagal.
Untuk mempraktekan human relation, seorang pemimpin perlu mempelajari sifat tabiat karyawan, juga tingkah laku mereka dalam hidup berkelompok dan bermasyarakat. Manusia tidak hanya mempunyai kemampuan vegetatif (makan, minum dan berkembang biak), Kemampuan sensitif (bergerak, mengamati, bernafsu dan berperasaan) dan juga kemampuan intelektif (memiliki hasrat dan kecerdasan), tetapi sifat-sifat rohaniah dan jasmaniah turut membentuk jiwa, sifat dan tingkah lakunya.
Sebagaimana manusia pada umumnya, para karyawan juga terdiri dari orang-orang extravert, ambivert dan introvert dengan kebiasan-kebiasan berpikir dan berperasaan yang berbeda. Hal ini penting untuk diketahui pimpinan manajer dan eksekutif. Dengan demikian para pemimpin dapat memahami mengapa seorang karyawan memiliki sifat tabiat tertentu, dan ini akan memudahkan memecahkan masalah yang dihadapi karyawan. Masalah yang dihapadi oleh karyawan baik dirumah maupun ditempat kerja akan mempengaruhi produktivitas karyawan tersebut. Dengan kemampuan human relation yang baik seorang pimpinan akan dapat memecahkan masalah para karyawannnya.
Kunci aktivitas Human Relation adalah motivasi, motivasi adalah kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki. Jadi, motivasi berarti membangkitkan motif, daya gerak atau menggerakan seseorang atau diri sendiri untuk bertindak dalam rangkat mencapai suatu tujuan, jika seorang pimpinan memotivasi para karyawan untuk bekerja dengan giat, harus berdasarkan kebutuhan para karyawan yang memuaskan, yaitu kebutuhan akan upah yang sesuai dengan pekerjaan yang mereka lakukan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya sehari-hari, penghargaan atas pekerjaannya dan lain sebagainya,
Pemimpin dapat mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas karyawan dan mengkooperasikan hasrat-hasrat mereka untuk dapat bekerja bersama-sama, dalam hal ini komunikasi memegang peranan penting, Human Relation seperti dijelaskan diatas adalah komunikasi persuasif. Dengan melaksanakan human relation itu pimpinan organisasi atau pimpinan kelompok dapat melakukan komunikasi dengan para karyawannya secara manusiawi untuk menggiatkan mereka bekerja bersama-sama, sehingga hasil yang diperoleh dapat memuaskan. disamping para karyawan bekerja dengan hati puas.
Hubungan manusiawi memiliki pengaruh yang besar dan menembus kehidupan organisasi, karena merupakan jembatan antara karyawan dengan sesama karyawan maupun karyawan dengan pimpinan. Bila kondisi untuk hubungan interpersonal yang baik hadir, kita juga cenderung menemukan respons-respons positif terhadap pimpinan, sikap tanggap atas kebutuhan-kebutuhan pribadi dan organisasi, kepekaan terhadap perasaan pegawai, dan kesediaan untuk berbagi informasi. Semua ini adalah prasyarat untuk komunikasi ke atas dan ke bawah yang efektif, agar tercipta suasana kerja yang harmonis dan baik yang dapat meningkatkan semangat kerja yang akan mempengaruhi juga hasil pekerjaannya.

3. Peran Human Relation dalam Peningkatan Karir
Seperti dijelaskan diatas, kunci dari kegiatan Human Relations adalah motivasi yang dapat mendorong kinerja karyawan, seorang pimpinan harus dapat memahami kebutuhan karyawan dan harus menyesuaikan penghargaan yang diberikan kepada karyawan tersebut, seperti : gaji yang layak, pemberian cuti, dan promosi jabatan bagi karyawan. Peningkatan karir dalam kaitannya dengan Human Relations adalah sebagai motivasi bagi karyawan, dengan demikian karyawan akan menunjukan loyalitasnya kepada perusahaan dengan bekerja secara maksimal.
Peningkatan karir yang diberikan perusahaan kepada karyawannya akan mempengaruhi organsasi dan kinerja karyawan, dimana peningkatan karir merupakan pendekatan formal yang dilakukan organisasi atau perusahaan untuk menjamin orang-orang yang ada didalamnya mempunyai kualifikasi dan kemampuan serta pengalaman yang cocok ketika dibutuhkan, oleh karena itu. Sebuah organisasi perlua mengelola karir dan mengembangkannya agar produktivitas karyawan tetap terjaga dan mampu mendorong karyawan untuk selalu melakukan hal yang terbaik dan menghindari frustasi kerja yang berakibat penurunan kinerja perusahaan, pengelolaan dan pengembangan karir akan meningkatkan efektivitas dan kreativitas sumber daya manusia yang dapat menumbuhkan komitmen yang kuat dan meningkatkan kinerjanya dalam upaya mendukung perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Cianni dan Wnuck menyatakan bahwa karyawan yang mempunyai kesempatan yang tinggi dalam meningkatkan karirnya akan merangsang motivasinya untuk bekerja lebih baik. Perusahaan yang memiliki manajemen yang baik dalam pengembangan karir karyawannya akan mempunyai kinerja dan kemauan karyawan untuk berpartisipasi dalam aktivitas pengembangan dan perilaku dalam melakukan pengembangan, dimana hal tersebut akan meningkatkan kinerjanya.
Jika dalam sebuah organisasi tidak memiliki manajemen yang baik dalam pengelolaan dan pengembangan karir maka akan muncul ketidakpuasan dari karyawan terhadap kinerja pimpinan perusahaan dan produktivitas organisasi akan berjalan lambat karena karyawan merasa kesempatan untuk mendapatkan jenjang karir didalam organisasi. Jadi, pengembangan karir merupakan hal yang penting untuk mendorong kinerja karyawan,

KESIMPULAN
  • Hubungan Antar Manusia ( Human Relation )  adalah interaksi antara seseorang dengan orang lain baik dalam situasi kerja atau dalam organisasi kekaryaan. Ditinjau dari kepemimpinannya, yang bertanggung jawab dalam suatu kelompok merupakan interaksi orang-orang menuju situasi kerja yang memotivasi untuk bekerjasama secara produktif, sehingga dicapai kepuasan ekonomi, psikologis dan sosial.
  • Human Relation merupakan jembatan penghubung yang menghubungkan antara atasan dan bawahan, bawahan dengan atasan dan bawahan dengan bawahan. Untuk menciptakan kepuasan dalam bekerja sehingga meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
  • Dengan kemampuan human relation yang baik seorang pimpinan akan dapat memecahkan masalah para karyawannnya.
  • Kunci aktivitas Human Relation adalah motivasi,
  • Human Relation adalah komunikasi persuasif. Dengan melaksanakan human relation itu pimpinan organisasi atau pimpinan kelompok dapat melakukan komunikasi dengan para karyawannya   secara manusiawi untuk menggiatkan mereka bekerja bersama-sama, sehingga hasil yang diperoleh dapat memuaskan.
    • Human relation dalam organisasi merupakan hal yang penting karena merupakan jembatan            antara karyawan dengan sesama karyawan maupun karyawan dengan pimpinan.
    • Human Relation memegang peranan penting dalam hubungan internal karena dapat           memecahkan berbagai masalah yang menyangkut faktor manusia dalam organisasi. Benturan      psikologis dan konflik antara kepentingan pribadi dengan kepentingan organisasi, bukan hanya    pimpinan dengan karyawan. Tetapi juga karyawan dengan karyawan yang berpotensi mengganggu    kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan.
    • Pengembangan karir merupakan cara untuk memotivasi karyawan untuk mendapatkan loyalitas     karyawan dalam bekerja sehingga produktivitas karyawan meningkat.

















LOYALITAS KARYAWAN
Kelesuan dunia bisnis membawa aneka akibat pada banyak perusahaan, di antaranya yang dianggap paling serius – ialah mengecilnya cash-flow perusahaan. Kecilnya pemasukan otomatis menuntut peningkatan efisiensi, yang sering mengakibatkan peningkatan jumlah PHK, baik itu pada taraf pekerja kasar maupun taraf manajer. Alhasil, hampir semua karyawan merasa kedudukannya terancam, tidak aman, dan ingin selamat.
Dalam keadaan seperti ini, maka pertanyaannya ialah : realitiskah bila perusahaan tetap mengandalkan (bahkan menuntut) loyalitas total dari karyawannya? Hampir semua anggota masyarakat mendambakan tempat kerja yang dapat menjamin kelangsungan hidupnya secara kontinyu dan bebas gejolak. Pekerjaan merupakan jangkar bagi rasa aman dan tenteram dalam ke-hidupannya, dan secara wajar diharapkan berlangsung terus.
Keinginan itu terayata tidak sesuai dengan realitas sehari-hari. Bahkan, di Indonesia, sudah menjadi semacam pedoman bahwa bila ingin pekerjaan yang relatif aman (job security) maka masuklah ke instansi pemerintah, menjadi pegawai negeri. Memang penghasilan sering dinilai jauh dari memadai, tetapi penghasilan ini bersifat tetap selain ada kepastian memperoleh pensiun kelak, di luar tunjangan-tunjangan lainnya.
Sebaliknya, penghasilan yang relatif lebih besar dapat diperoleh di sektor swasta, terutama perusahaan asing. Memang swasta mungkin tidak bisa memberi jaminan jangka panjang seperti di sektor pemerintah tetapi bagi yang tidak mengutamakan masalah “job security”, maka ini tidak menjadi persoalan.
Tentunya, terjun dalam sektor swasta berarti memperhitungkan kemungkinan terjadinya gejolak-gejolak di dalam perusahaan sebagai akibat kondisi dunia usaha yang naik turun. Kenyataannya seka-rang, saat bisnis di mana-mana lesu, karyawan sektor swasta banyak yang menjadi korban, apakah itu dalam bentuk PHK ataupun bentuk lain seperti “perumahan” dan sebagainya. Apabila hal ini terjadi di perusahaan Anda, maka perlu dipikirkan bahwa loyalitas pegawai, kalaupun ini sempat tumbuh di kalangan karyawan boleh jadi mengalami kelunturan. Mengapa?
Kemungkinan karena melihat bahwa cukup banyak rekan-rekan sekerjayang kini menganggur sehingga karyawan yang belum terkena pisau PHK akan merasa terancam. Ini paling tampak, misalnya, pada karyawan tingkat bawah, yang secara nyata memang paling sering mengalami PHK ataupun tindak-tindak manajemen lain yang sejenis. Tetapi, akhir-akhir ini tampaknya level manajerial menengah dan bawah pun banyak yang mulai menyadari bahwa kedudukannya di perusahaan tidaklah indispensable, bahwa manajer pun bisa terkena PHK!
Akibat-nya, kalau dulu loyalitas manajer perusahaan diasumsikan pasti, maka sekarang keadaannya tidak demikian. Di Amerika Serikat, hal ini terbukti melalui pengamatan yang telah dilakukan oleh Opinion Research Corp., yang selama 15 tahun telah meneliti karyawan-karyawan dari banyak perusahaan. Bila hasil yang diperoleh antara tahun 1970-1974 menunjukkan, sebanyak 69% dari ribuan manajer masih “percaya” akan kompetensi pimpinannya untuk mengelola perusahaan secara baik (sehingga pekerjaan pun relatif terjamin), maka angka ini merosot secara drastis antara ta¬hun 1980-1985 menjadi 47% saja.
Walaupun analoginya belum tentu bisa ditarik di Indonesia, tetapi paling tidak perkembangan seperti di atas, di negeri Paman Sam, dapat menjadi buah pikiran bagi pimpinan perusahaan di sini, terutama dalam merumuskan kebijakan-kebijakan kepegawaian. Kiranya semua sependapat bahwa korps karyawan yang loyal dan penuh dedikasi merupakan prasyarat bagi kemungkinan terjadinya peningkatan produktivitas, yang memang amat diperlukan bila hendak menembus kondisi ekonomi yang lesu ini.

2.     Hasrat Untuk Setia
Walaupun berbagai studi yang dilakukan di Amerika, misalnya, menunjukkan adanya kecenderungan menurun dalam hal loyalitas manajer dan karyawan terhadap perusahaannya, namun kesimpulan menarik yang ditarik oleh George E. Breen, bekas direktur pemasaran perusahaan Stanley Works Corp. berdasarkan penelitiannya pada tahun 1980-an — menunjukkan bahwa pada dasarnya para manajer dan karyawan ini ingin setia pada sesuatu, dalam hal ini setia pada perusahaan.
Memang hasrat seseorang untuk setia pada individu atau pihak lain merupakan gejala yang universil, yang secara psikologis merupakan akibat dari hasratnya untuk bersama-sama dengan orang lain. David McClelland, seorang psikolog perusahaan, menamakan hasrat itu sebagai “The need for Affiliation” (N.aff), yang pada individu ada secara berdampingan (waktu tidak selalu proporsional) dengan kebutuhan lain seperti hasrat akan kekuasaan dan hasrat akan berprestasi.
Adapun alasan pokok seseorang ingin setia pada pihak lain, atau berada bersama-sama pihak itu, ialah salah satu bentuk respons terhadap keinginannya untuk merasa aman. Kebersamaan, dan loyalitas, relatif memberi persepsi bahwa dirinya tidak sendirian dalam menghadapi ancaman yang datang dari luar diri. Rasa kebersamaan (”sense of belonging”) terkadang memang memberi rasa aman dan kehangatan. Dalam bentuk yang ekstrim, rasa kebersamaan seperti ini dapat menumpulkan daya kritis dan obyektifitasnya terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan kebijakan perusahaannya.
Memang ini dapat dikatakan se¬bagai sisi negatif bila kesetiaan terhadap perusahaan sifatnya mengarah ke total. Proses terjadinya kese¬tiaan yang total ini kira-kira dapat digambarkan sebagai berikut: sebuah perusahaan telah memberikan pekerjaan pada seorang karyawan. Wajarlah bila perusahaan mengharapkan rasa terima kasih dari karyawan itu.
Dalam kedudukannya di perusahaan, karyawan tersebut boleh jadi diharap toleran terhadap atasan yang agak otoriter, jam kerja yang panjang, frekuensi kepergian-kepergian dalam rangka bisnis yang tinggi, seringnya berpi-sah dengan keluarga, dan sebagainya. Nah, selama karyawan ini tekun melakukan hal di atas, ia dapat sepenuhnya yakin bahwa perusahaan akan menjamin kehidupannya, membela dirinya dalam berbagai kesulitan. Karyawan diharap berprestasi terus karena kesejahteraan diri dan keluarga sudah diemban perusahaan.
            Selanjutnya, perkembangan seperti ini memperbesar peluang bagi perusahaan untuk bertindak secara tidak fair kepada karyawan, dengan asumsi bahwa karyawan toh tidak akan protes. Selain itu, pada karyawannya sendiri dapat timbul sikap “salah atau benar, pokoknya peru¬sahaan saya benar”, sikap yang dapat mengurangi kepekaan karyawan akan aneka perubahan yang terjadi di sekitarnya. Bagi para manajer atau karyawan yang sering berhubungan dengan masyarakat dalam kegiatan sehari-harinya, maka sikap ini dapat membuatnya menjadi kurang peka terhadap kritik-kritik yang datangnya dari para konsumen, terhadap perkembangan-perkembangan baru dalam teknologi yang digunakan perusahaan, atau terhadap meningkatnya per-saingan dari dalam maupun luar negeri.
Donald C. King dari Universitas Purdue menunjuk pada stud perbandingan antara teknisi dan insinyur yang mengidentifikasikan dirinya (loyal) lebih pada profesinya, dengan mereka yang mengidentifikasikan dirinya lebih pada perusahaan. Ternyata mereka yang condong pada profesi secara umum dapat dinilai sebagai karyawan yang lebih baik karena ketajamannya terhadap aneka perubahan teknologi dalam bidangnya dapat diserapnya dengan cepat untuk manfaat perusahaan. Rupa-rupanya “pragmatisme” dalam ketrampilan profesional lebih bernilai daripada sekedar unjuk kesetiaan.
Sayangnya, perusahaan sering tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap karyawan, bukan saja karena keadaan ekonomi yang lesu, tetapi juga karena karyawan dan para manajer seringkali mengharapkan pekerjaan yang lebih menantang sifatnya. Banyak karyawan, terutama mereka yang tergolong manajer atau profesional muda, yang menginginkan pekerjaan yang menuntut kreativitas dalam pengambilan keputusan. Inisiatif merupakan bumbu dalam pekerjaan yang senantiasa harus ada, agar tak hambar penghayatannya.
Kepuasan kerja akan menjadi fungsi dari kedua hal di atas inisiatif dan kreativitas sehingga ganjaran-ganjaran yang selama ini lazim di-berikan dalam suatu perusahaan mungkin menjadi kurang bernilai bila tidak disajikan dengan mempertimbangkan kedua unsur itu.
Ada kesulitan lain yang mungkin dihadapi perusahaan dalam usaha-nya menciptakan lingkungan/iklim kerja yang memuaskan bagi karyawannya dan sekaligus produktif buat perusahaan sendiri, yakni meningkatnya keinginan karyawan untuk lebih berperan dalam proses pembuatan keputusan atau perumusan kebijakan. Ini dapat dilihat sebagai reaksi terhadap pendekatan “top-down” yang selama ini sering berlaku di perusahaan-perusahaan mana pun juga dan kiranya menjadi unsur yang menentukan bila perusahaan seperti itu tidak bisa mengakomodasi perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat.
Cukup banyak bukti bahwa perusahaan yang berani menyebarkan sebagian wewenang pengambilan keputusan kepada mereka yang ada di “lapangan” mempunyai kelenturan untuk menyerap kemajuan-kemajuan di bidangnya sehingga dapat bertahan dalam iklim usaha yang persaingannya kian sengit.
Tentunya, kalau perusahaan kesulitan untuk memenuhi kondisi di atas maka wajarlah bila timbul pertanyaan di kalangan karyawan mengenai seberapa jauh mereka perlu setia pada perusahaan. Toh perusahaan belum tentu bisa mengimbangi kesetiaan itu secara memadai.
3.     Modus Loyalitas Baru

            Apa yang terurai di atas tentunya tidak berarti bahwa loyalitas atau kesetiaan kepada perusahaan merupakan “barang” yang uzur. la tetap akan dibutuhkan oleh perusa-haan mana pun untuk mencapai sa-saran-sasaran operasionalnya. Hanya saja, dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi seperti sekarang ini, serta berkembangnya sikap-sikap dan pandangan-pandangan baru karyawan terhadap pekerjaannya, maka ada baiknya gambar-an mengenai loyalitas ini mengalami sedikit perubahan.
Tak bisa seperti dahulu (ketika perusahaan condong mengharapkan loyalitas yang kaku dari karyawannya) maka sekarang sikap yang lebih bisa diterima ialah bila peru-sahaan secara terus terang sejak awal mengatakan, kesempatan-kesempatan apa yang terbuka bagi individu yang hendak dipekerjakan. Jalur promosi - dan persyaratan-persyaratan yang terkandung di dalamnya - hendaknya cukup jelas bagi calon karyawan agar tidak ada kebimbangan mengenai masa depan saat ia sudah bekerja.
Sebaliknya, pada karyawan pun akan tumbuh respek terhadap ke-terbukaan perusahaan dalam hal kewajibannya pada diri karyawan. Walaupun respek ini tidaklah identik dengan kesetiaan total model lama, namun tetap merupakan suatu dasar untuk bekerja yang amat menguntungkan bagi perusahaan. Paling tidak ini merupakan suatu ikatan yang tidak bersifat rasional belaka tetapi sudah mengandung unsur kesetiaan sang karyawan.
Bisa jadi sikap ini dapat tumbuh menjadi suatu komitmen yang erat terhadap bangun-jatuhnya nasib perusahaan, suatu bentuk perwujudan rasa kebersamaan yang amat langka di lingkungan perusahaan. Dalam bentuknya seperti ini, maka pada karyawan telah merasuk suatu nilai yang sulit diperoleh melalui “pemaksaan” kesetiaan dari perusa¬haan.
Jelas bagi semua, terutama pimpinan perusahaan, bahwa suatu korps karyawan yang berdedikasi dalam bekerja, ditunjang suatu sistem nilai “setia” (pola baru) pada perusahaan, kelak akan bermanfaat secara konkrit bagi perusahaan di mana ia bekerja. Sungguh satu hal yang perlu dipertimbangkan.